Scroll untuk baca artikel
Example 720x720
NEWS

APSP Surati Kapolda Sulbar, Laporkan Dugaan Penyidik Memihak dan Kriminalisasi Petani Sawit Pasangkayu

×

APSP Surati Kapolda Sulbar, Laporkan Dugaan Penyidik Memihak dan Kriminalisasi Petani Sawit Pasangkayu

Sebarkan artikel ini
Surat Panggilan Petani Sawit Pasangkayu
Surat Panggilan Petani Sawit Pasangkayu'dari Penyidik.

MAMUJU, Mekora.id – Kantor Hukum HJ Bintang & Partners, mewakili Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP), resmi melayangkan surat pengaduan kepada Kapolda Sulawesi Barat atas dugaan ketidaknetralan dan ketidakadilan penanganan kasus dugaan tindak pidana perkebunan oleh PT Letawa, anak perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL).

Surat tertanggal Selasa, 27 Mei 2025 itu ditandatangani oleh kuasa hukum APSP, Hasri, SH., MH. Surat ini juga telah ditembuskan ke Divisi Propam dan Kabag Wasidik Ditreskrimsus Polda Sulbar sebagai bentuk permintaan pengawasan internal atas dugaan penyimpangan etika oleh aparat penyidik.

Dalam aduannya, Hasri menyoroti lima poin utama yang dinilai sebagai bentuk penyimpangan prosedur dan potensi kriminalisasi terhadap petani, yakni :

Baca juga :  Arus Balik di Mamuju Capai Puncak, Penumpang Terobos Gerbang Pelabuhan

1. Lambannya Penanganan Laporan Petani
APSP telah melaporkan PT Letawa ke Ditreskrimsus Polda Sulbar pada 7 Mei 2025 dengan nomor laporan LI/50/V/RES.5/2025/Tipidter, namun hingga surat ini dikirimkan, pelapor baru menerima SP2HP pertama tertanggal 16 Mei, dan itu pun setelah diminta langsung ke penyidik.

2. Perlakuan Kontras terhadap Laporan Perusahaan
Hasri menilai adanya ketimpangan penanganan antara laporan petani dan laporan balik perusahaan. Laporan perusahaan terhadap 7 warga, teregister 26 Mei 2025 (LI/62/V/RES.5/2025/Tipidter), langsung ditindaklanjuti dalam waktu kurang dari 24 jam dengan pemanggilan klarifikasi kepada warga.

3. Penyalahgunaan Pasal dalam UU Perkebunan
Kuasa hukum APSP menilai pihak perusahaan dan penyidik menggunakan pasal-pasal secara tidak tepat, khususnya Pasal 55 dan 107 UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, yang semestinya ditujukan kepada korporasi, bukan petani. Hasri juga mengingatkan agar penyidik merujuk pada Putusan MK No. 138/PUU-XIII/2015 secara utuh, agar tidak salah dalam menafsirkan hukum.

Baca juga :  Tak Dilengkapi Dokumen Resmi ke Sulbar, 3 WNA China Dideportasi Imigrasi Mamuju

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *