Contoh permasalahannya antara lain seperti Deklarasi Desa Bersatu, upaya Kampanye terang-terangan di akun Resmi Kementerian Pertahanan, kampanye berkedok pembagian bantuan sosial (Bansos) marak dilakukan beberapa Menteri. Bahkan tak segan-segan menumpang pada fasilitas negara.
Presiden Joko Widodo tentu harus bertanggung jawab, sebab di tangan komandannya semua proses pelik ini terjadi. Bahkan Presiden bak juru kampanye yang melekatkan diri dengan kekuasaan, lihat saja dalam kesempatannya makan bakso bersama salah kandidat. Meski katanya dilakukan dengan sebatas kapasitas Menteri dan Presiden, tapi tentu dia sudah terdaftar sebagai kandidat.
Tentu saja ada lembaga negara yang jadi pengawa, dialah Badan Pengawas Pemilu (Pemilu) nama yang begitu anggun. Tetapi pada peristiwa-peristiwa itu Bawaslu bagaikan bangkai yang tidak berdaya.
Gambaran yang ada di pusat hampir sama dengan kondisi kinerja Bawaslu yang ada di daerah khususnya di Sulawesi Barat. Menjadi rahasia umum pabila jual beli jabatan serta jual beli suara sudah menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Bahkan bagi orang awam tindakan jual beli suara sangat mudah didapati karena praktek transasinya betul-betul terbuka Tetapi di mana Bawaslu?, apakah Bawaslu hanya menjadi lembaga untuk menjadi benteng pemodal dan penguasa untuk memberikan kesan bahwa Demokrasi hari ini benar-benar adil! padahal di dalam prakteknya sungguh jual terbalik.
Tapi entahlah, kami hanya generasi yang menonton pertunjukan kotor para elit politik yang hari ini bersekongkol dengan kapital untuk memperkokoh kekuasaan dan menumbangkan lawan.
Saat ini tirani mulai menapak kembali, membangun pagar-pagar beton untuk melindungi kekuasaannya.
Tentu tidak cukup hanya mengurai lewat tulisan ini, meski begitu satu kata kritik dan pikiran berharga sangat mahal di tengah demoralisasi pemuda dan demokrasi.