“Dampaknya secara langsung yang terlihat sampai saat ini, yakni terjadi pelebaran badan sungai, terjadi pendangkalan sungai, dan sudah ada 10 rumah yang hilang. Kemudian kebun-kebun milik warga rusak dan hilang, kemudian sumur-sumur warga sudah mengering dan tercemar keruh,” ujar Dimas.
Dampak itu telah memicu warga melakukan aksi protes dan meminta agar aktivitas tambang pasir segera dihentikan.
“Untuk itu masyarakat kembali mendatangi DPRD Sulbar agar mendesak pihak perusahaan agar menghentikan segala bentuk aktivitas yang telah disepakati,” ungkap Dimas.
Menanggapi itu, Kepala Bidang Pertambangan Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Ilham, mengatakan telah berkoordinasi dengan pihak perusahaan untuk menghentikan sementara aktivitas penggalian sesuai tuntutan masyarakat.
“Kami telah meminta pihak perusahaan untuk menghentikan sementara penggalian hingga ada keputusan bersama dengan DPRD,” ungkap Ilham.
Pihak ESDM Sulbar juga meminta, seluruh pelaku penambangan untuk mengikuti kaida-kaida lingkungan yang tidak berdampak pada rusak lingkungan sekitar. Ilham menyebut pihaknya tidak segan-segan memberikan teguran jika ada perusahaan yang didapati melanggar.
“Jadi kami meminta setiap pelaku pertambangan ini agar melakukan aktivitas yang tidak berdampak pada kerusakan lingkungan. Jika terjadi kami akan melakukan teguran langsung,” pungkasnya.
Setelah menerima berita acara dari DPRD Sulbar dan pihak ESDM untuk menghentikan sementara aktivitas tambang, aliansi masyarakat Gentungan Raya akhirnya membubarkan diri.