“Di masa kepemimpinan raja Tarapati, kerajaan Kurri-Kurri mengalami perkembangan pesat. Kerajaan Kutai Kartanegara hingga Portugis datang di Kerajaan Kurri-Kurri menjalin Kerjasama perdagangan,” kata Hasbi.
Pada masa ini, Raja Tarapati menikahi permaisuri bernama To Pelipa Di Karoro yang merupakan cucu dari Tenri Malle di Padang (Saat Ini di Kelurahan Rimuku). Setelah pernikahan itu, sang permaisuri mengatakan tidak ingin tinggal di Kurri-Kurri namun ingin menetap di wilayah padang.
Keinginan dari permaisurinya itu, kemudian diwujudkan oleh raja Tarapati dengan memberikan sebuah wilayah yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Langga Monar. Selama itu pula kerajaan Kurri-Kurri menjadikan Langga Monar sebagai pusat pemerintahan.
“Sebagai raja bijaksana, Narapati langsung memberikan sebuah tanah di (wilayah Rangas saat ini) dan menjadi sebuah kerajaan Langga Monar (Langga (Tanah)-Monar (Mahar). Pusat kerajaan di tempatkan di Langga Monar. Karena saking sayangnya Tarapato pada permaisuri,” tambah Hasbi.
Merosotnya kejayaan Kerajaan Kurri- Kurri
Dalam perjalanannya, pemerintahan yang dijalankan oleh Tarapati lambat laun mengalami kemerosotan dan terjadi kurangnya tingkat kepercayaan masyarakat serta dewan adat (Baligau) pada sang raja.
Setelah mengalami kemerosotan, Raja Tarapati lantas mengambil inisiatif membawah permaisurinya untuk mengasingkan diri ke wilayah Kaili (Sulawesi Tengah)
“Untuk mengisi kekosongan pemerintahan Kerajaan Kurri-Kurri dan Langga Monar, maka dewan adat (Baligau) menggelar rapat adat. Maka diutuslah Puang Marica dari kerajaan Balanipa untuk mengisi kekosongan di Kurri-Kurri (sesuai perjanjian Tammajarra 1),” tutur Hasbi.
Setelah memimpin masa transisi di Kerajaan Kurri-Kurri dan Langga Monar, Puang Marica dan Baligau memutuskan meminta raja terdahulu Tarapati untuk kembali dan memimpin wilayah itu.
Setelah sejumlah upaya, Raja Tarapati akhirnya memutuskan kembali. Namun dia mensyaratkan tidak lagi ingin menjadi raja tetapi menjadi abdi dalam untuk membantu pemulihan situasi. Setelah mendengar pernyataan dari Tarapati, akhirnya Puang Marica sebagai raja sementara memutuskan untuk membentuk Galaggar Pitu (Dewan Adat).
Akhirnya dimasa itu, penyatuan kerajaan Kurri-Kurri dan Langga Monar disepakati menjadi Kerajaan Mamunyu yang digelar di Lissuang Ada’ di Anjoro Pitu (Sekarang Kelapa Tujuh Mamuju).
“Jadi disitulah Lissuang Ada’ pertama kali digelar, dengan penyatuan itu kerajaan Kurri-Kurri dan Langga Monar menjadi sudah tidak ada dan digantikan oleh Kerajaan Mamunyu,” tutur Hasbi.
Dalam arti lain (Bahasa Mamuju), Kurri-Kurri mengarah pada sebuah jenis burung pipit. Unggas pemakan biji-bijian itu hidup bergerombol. Secara harfiah kata meng; kurri-kurri yang bermakna seperti banyaknya burung tersebut. Atau bisa juga diartikan banyak karena jumlah masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut banyak jumlahnya karena sebagai pusat perdagangan tentunya disini telah ramai banyak didatangi oleh pedagang dan orang orang dari berbagai daerah lainnya. (Catatan Mamuju Ethnic 2016).
Hingga kini literatur terkait eksistensi kerajaan Kurri-Kurri masih menjadi perdebatan di kalangan budayawan dan peneliti.
Penulis dan Jurnalis, Jasman Rantedoda mengatakan, dari sejumlah penelitian yang dilakukan bersama Badan Arkeologi Sulawesi Selatan. Meski jejek kerajaan Kurri-Kurri diyakini ada, namun belum ada penemuan yang mengidentifikasi titik kerajaan itu berada.
“Dari sejumlah penelitian yang dilakukan belum penemuan tentang titik tentang lokasi Kurri-Kurri ini. Minimnya literatur dan belum bisa divalidasi ini tentu membuat banyak persepsi bebas menginterpretasikan secara subyektif,” kata Jasman.
Sehingga menurut dia, perlu diskursus dan pembahasan secara mendalam untuk membahas tentang eksistensi kerajaan Kurri-Kurri.
“Langkah ini menjadi sangat bagus, saya kiri diskusi akan panjang dan memerlukan banyak waktu,” tutupnya.
Namun begitu, dalam penelitian yang dilakukan ditemukan sejumlah jejak arkeologi seperti pala bitti batu di Sumare’, bujung gassa di Rangas dan patung Budha berlilit naga di Tanete Buluang. Jejak itu diyakini sebagai peninggalan yang merujuk kerajaan Kurri-Kurri. Termasuk pelabuhan Ferry yang diduga telan menjadi pelabuhan sejak masa kerjaan Kurri-kurri dan sampai sekarang.