Selain menyoroti gaji dan operasional yang dinilai membengkak, Pegiat Anti korupsi juga mengatakan, KPID Sulbar tertutup dan tidak transparan ke publik soal hasil audit. Padahal kata Husaeni, keterbukaan informasi ke publik telah diatur oleh KIP dan Pengadilan Negeri yang memerintahkan setiap KPID agar terbuka pada publik.
Dia berharap, laporan yang dimasukan sejak 17 Juli 2024 lalu di Dirkrimsus Polda Sulbar dapat segera diproses. Hal itu agar KPID Sulbar bisa melakukan keterbukaan pada publik.
“Operasionel hingga sewa Kantor tidak masuk akal, mencapai Rp 800 juta per tahun. Padahal di Mamuju ini Ruka dengan spesifikasi dua lantai paling berkisar Rp 50 juta per tahun. Kalau perlengkapan hanya beli kursi dan lemari kenapa angkanya sampai begitu,” lanjut Husaeni.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulbar, Kombes Slamet Wahyudi, saat dikonfirmasi membenarkan adanya aduan yang dilakukan oleh masyarakat tentang KPID Sulbar. Meski begitu, ia belum merinci terkait aduan itu.
“Iya benar mas, ada aduan masyarakat masuk di Polda Sulbar soal KPID. Ini masih bersifat aduan bukan laporan, “ singkat Kombes Slamet.