MAMUJU, mekora.id – Warga Dusun Talaba yang bermukim disekitar wilayah operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mamuju di Desa Belang-belang, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju. Melangsung unjuk rasa dan memblokri jalan masuk PLTU, Senin, (03/10/2023).
Protes itu buntut dari kekecewaan warga karena janji kompensasi penggantian atap rumah warga tidak kunjung dipenuhi PLTU Mamuju.
Warga mengaku akibat dampak dari PLTU Mamuju, atap rumah mereka berkarat hingga bocor. Dampak lain yang juga diprotes warga, yakni masalah gatal-gatal yang mulai dirasakan sebagai masyarakat disana.
Aksi itu dilakukan sekitar 30 kepala keluarga yang mengaku bosan dijanji PLTU Mamuju sejak setahun lalu. Warga sekitar mengaki dijanjikan kompensasi penggantian atap dan pemeriksaan kesehatan rutin oleh pengelola.
“Waktu sosialisasi satu tahun yang lalu, mereka berjanji mengganti atap dua rumah setiap bulan. Tapi sampai lima kali aksi, kami hanya dijanji manis,” kata Wandi.
Selain itu, warga juga menuntut realisasi menyaluran tenaga kerja lokal. Mereka mengaku saat sosialisasi, PLTU Mamuju janjikan pekerja lokal jadi prioritas. Hanya saja sejak beroperasi baru 22 persen yang diserap.
“Jika saja PLTU Mamuju memenuhi janjinya kami tidak akan melakukan unjukrasa,” ujar Wandi.
Melihat fenomena itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Barat mengatakan, aktivitas PLTU Mamuju yang beroperasi disekitar pemukiman akan menimbulkan berkonflik berkepanjangan jika tidak segera ditangani.
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulbar, Asnawi menyebut, aktivitas PLTU menghasilkan partikel halus PM2.5. Partikel ini akan menetap di udara dalam jangka waktu lama dan tertiup angin hingga ratusan mil.
“PM2.5 mengandung senyawa beracun, jika dihirup dapat masuk hingga aliran darah manusia sehingga dalam jangka panjang dapat menyebabkan asma, infeksi pernapasan akut, kanker paru-paru, dan memperpendek harapan hidup,” kata Asnawi.