Tina datang bersama Partai Demokrat. Pilihan dan tekadnya fokus: harus menang. Saat pidato di markas pemenangannya, ia tampil berapi-api. Pada debat terakhir dua seteru—pasangan Tina-Ado dan Habsi-Irwan—di sebuah ruang melati di Hotel Maleo Mamuju, perempuan Tina lebih banyak berbicara.
Ia menguasai mikrofon. Ia mengulik sisi lemah pemerintahan Habsi-Irwan. Publik Mamuju menitip harapan padanya, juga wakilnya. Dan, akhirnya memenangi pertarungan Pilkada 2020.
Sutinah Suhardi resmi berada di tampuk kuasa. Tapi semua orang meringis di awal 2021. Thina seolah tak sadar pada sosoknya secara biologi. Ia perempuan muda, yang ketika masih di eksekutif dulu masih jarang berkelana di tengah rakyat di pelosok.
Setelah gempa bumi menghantam Mamuju pada Januari 2021, pemerintahan zero. Mamuju seolah berada di titik terendah. Tak sedikit kantor pemerintahan ambruk. Sarana dan prasarana Pendidikan setali tiga uang. Penduduk Mamuju merintih. Menangis. Pelayanan dasar masyarakat Mamuju terganggu.
Tina Suhardi menyingsingkan lengan baju. Sepatu laras panjang ia sediakan pelbagai warna. Tidak siang tidak malam ia turun ke bawah menemui warganya, bawa bantuan sosial cepat saji. Obat-obatan.
Meski usia pemerintahannya masih berbilang bulan, Thina mengomandoi orkestrasi gerakan penanganan bencana. Di tengah situasi Mamuju demikian parah, pemerintahan dan pembangunan kabupaten—sebagai tanggung jawab besarnya selaku bupati—tetap menjadi perhatian serius.
Sutinah bergerak mendekati Parlemen Mamuju. Ia ingin memastikan ketuk palu dewan selaku mitra sejajarnya berwawasan anggaran yang pro Rakyat. Program yang bersentuhan dengan pelayanan Rakyat mesti terbaca secara kasat dalam batang tubuh anggaran publik Mamuju di tahun berikutnya, 2022.
Bupati Tina bekerja ekstra. Selain sebagai punggawa juga sebagai Ibu Mamuju. Luka akibat gempa tempo hari itu ia dengar.
Saya kali pertama bertemu Hj. St. Sutinah Suhardi setelah ia jadi bupati. Sosoknya sungguh asing dalam pekerjaan jurnalistik saya selama di Mamuju, Sulawesi Barat.
Lantaran agenda penulisan sebuah buku—buku yang kini mulai akrab untuk publik Mamuju dan Sulawesi Barat—yang membuat saya harus bertemu dengan Ibu Tina.
Saat itu akhir Januari 2023. Bersama seorang kawan dan masih ditemani dengan salah satu orang dekat bupati Thina, saya bertemu. Menyampaikan agenda penulisan dan jadwal wawancara mendalam. Tersambut.
Pertemuan kedua di tempat yang sama di Sapota, wawancara berlangsung. Ia melayani pertanyaan dengan terbuka. Ia begitu humble. Sebagai orang baru dan sama sekali tak kenal, ia menyambut gembira keseluruhan prose penulisan ini, dan Anda semua tahu: buku ini kini ada di genggaman Pembaca.
Agenda Musrenbang Kabupaten Mamuju sudah tentatif: waktu dan tempat pelaksanaan. Di sela diskusi panjang saat itu, bupati Thina menyebut akan melakukan kunjungan kerja sekaligus menghadiri Musrenbang di Kecamatan Bonehau dan Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju.
“Saya sengaja memilih dua kecamatan ini sebagai pembuka dimulainya Musrenbang 2023,” kata Bupati Mamuju, Hj. Sutinah Suhardi pada Januari silam itu.
Saya mengikutinya melalui media sosial milik Pemkab Mamuju. Di bulan Februari, rombongan yang dipimpin bupati bermalam di Kecamatan Bonehau. Esoknya, gelaran musrenbang di hari kedua, bupati meneruskan perjalanan ke Kecamatan Kalumpang.
Ia menyeberang di jembatan sungai yang menantang. Ia menemui warga di pegunungan Kabupaten Mamuju itu. Tina menyapa anak-anak sekolah. Pada sebuah sekolah dasar (SD) di Kalumpang sana, ia tampak bermain petak umpet dengan siswa-siswi.
Tina kerap sumringah. Anak-anak menghubunginya. Ia hadir didorong hatinya yang tulus. Anak-anak didik menyalaminya secara bergerombol. Ia bermain di tengah anak didik selaksa anak sendiri. (Bersambung)