Meski penghasilan jauh dari cukup, Nurul tidak pernah meninggalkan tanggung jawabnya. Baginya, wajah-wajah polos anak-anak didiknya adalah alasan untuk tetap bertahan di ruang kelas.
“Cuma ini kasian anak-anak ini loh mas. Kalau kita pikirkan gaji, sudah dari dulu saya berhenti,” ungkap Nurul dengan mata berkaca-kaca.
Bukan Kasus Tunggal
Apa yang dialami Nurul hanyalah satu dari banyak kisah getir para guru honorer di Tommo. Setidaknya 50 guru yang tergabung dalam Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia Kabupaten Mamuju menghadapi kondisi serupa: bertahun-tahun mengabdi dengan honor jauh dari kata layak.
Mereka berharap pemerintah daerah tidak lagi menutup mata. Formasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) paruh waktu dinilai bisa menjadi solusi, agar guru-guru honorer memiliki kepastian status dan penghidupan yang lebih baik.
“Kami hanya ingin kepastian. Ada perhatian pemerintah, agar kami bisa mengajar dengan tenang,” harap Nurul.













