“Kami rasa bahwa acara sambutan dengan menggunakan tarian khas milik Ada’ Mappurondo (Mangngajo) yang dilakukan oleh GPIT di lakahang adalah tarian ritual milik Mappurondo. Karena tidak dipungkiri ada banyak budaya di kabupaten Mamasa yang umum bisa dipakai dan ada memang budaya ritual yang diwariskan dari nenek moyang pitu ulunna salu yang dilestarikan dan dijaga oleh penganut penghayat kepercayaan Ada’ Mappurondo hingga saat ini,” tutur Sarlis.
Untuk itu Sarlis menyebut, masyarakat Mamasa khususnya di Pitu Ulunna Salu perlu memahami lebih lanjut tentang budaya ritual yang dimiliki adat Mappurondo sehinggat tidak mengganggu ketemtraman sesama penganut agama dan kepercayaan.
“Banyak masyarakat Pitu Ulunna Salu bahkan masyarakat kabupaten Mamasa belum paham budaya ritual yang dimiliki oleh Penghayat Kepercayaan Ada’ Mappurondo terkhusus bagi pemeluk Agama. Padahal budaya ritual yang diyakini oleh penganut Ada’ Mappurondo yang turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang,” sambung Sarlis.
Dengan adanya hal tersebut, tokoh adat Mappurondo ini menilai GPIT telah menodai kesakralan Adat Mappurondo.
“Masyarakat penganut Penghayat Kepercayaan merasa ternodai dan akan menindak lanjuti apa yang dilakukan pada kegiatan acara penyambutan Pj Bupati Mamasa oleh GPIT Jemaat Mentari Lakahang,” ungkapnya.
Saat ini redaksi mekora.id belum melakukan konfirmasi pada pengurus GPIT perihal penggunaan tarian “Mangngajo” di Lakahang.
Demi kesinambungan Informasi, redaksi mekora.id akan berupaya melakukan konfirmasi pada pihak terkait.