BUDAYASejarah

Menggali Jejak Kerajaan Kurri-Kurri, Kota Niaga di Pesisir Mamuju

Peta pelayaran Portugis di Pulau Celesbes (Sulawesi) 1611.
Peta pelayaran Portugis di Pulau Celesbes (Sulawesi) 1611.

MAMUJU, mekora.id – “Untuk menghancurkan suatu Bangsa, cukup melakukan tiga hal. Pertama; kaburkan sejarahnya, kedua; Hancurkan bukti sejarah bangsa itu, sehingga tidak bisa diteliti dan dibuktikan kebenarannya, dan ketiga; putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya, dengan mengatakan leluhur mereka primitif”. kata Juri Lina dalam buku Architects Of Deception.

Gambaran Juri Lina di atas menjadi bukti nyata, tantangan peradaban yang saat ini penuh dengan misteri. Minimnya sumber informasi dan literatur menjadi bagian kepingan puzzle yang belum terpecahkan.

Meski begitu, antusiasme membincangkan peradaban di tengah hiruk-pikuk politik lahir dari sejumlah kalangan muda di Mamuju, Sulawesi Barat. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Mamuju memantik publik dengan Forum Discussion Group (FGD) dengan pokok pembahasan “Menggali Sejarah Kurri-Kurri”, yang dilaksanakan di cafe Ruang Rindu, di Mamuju, pada, Sabtu, (27/7/2024).

Tokoh-tokoh penting seperti Maradika (Raja Mamuju) Andi Bau Akram Dai, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sulbar Safaruddin Sanusi, Sejarawan dan Pegiat Budaya Muhaimin Faisal, penulis dan peneliti dari Mamuju Ethnic Arman Husain, Tokoh Masyarakat (Keluarga besar To Kaiyang di Padang) Hasbi, Penulis dan Jurnalis Jasman Rantedoda, hadir dalam dialog itu.

Menurut Ketua Cabang GMNI Mamuju, Adam Jauri, dialog ini menjadi bagian tidak terpisahkan untuk menjaga sejarah peradaban yang ada. Sebab di era disrupsi saat ini kebudayaan tidak lagi dikenal dan nyaris punah.

Baca juga :  WNA Korsel Diduga Todongkan Senpi ke Warga Lokal di Pasangkayu

Untuk itu dia berharap, dialog para tokoh yang hadir dapat menjadi referensi dan asupan pengetahuan bagi generasi mudah di Mamuju.

“Keprihatinan kita tentu saja saat ini melihat ruang publik yang tidak lagi mengenal apa itu Mamuju, bagaimana sejarah dan apa masa lalu yang ada di Mamuju. Untuk itu kami berharap FGD ini bisa melahirkan gagasan yang konkrit dan bisa dilestarikan kedepan,” ungkap Adam.

Sementara Maradika (Raja Mamuju) Andi Bau Akram Dai mengatakan, FGD itu menjadi momentum untuk kembali mengulas sejarah. Dia menyebut penting bagi generasi muda untuk terus menghidupkan budaya, untuk itu dia berharap sekolah-sekolah di Mamuju dapat mengajarkan muatan lokal bermuatan sejarah dan budaya.

“Ini menjadi momentum dan akan diingat oleh sejarah, sebab ini menjadi sejarah hasil terus hidup. Ini juga menjadi sangat penting untuk diterapkan sebagai bahan ajar di sekolah menjadi muatan lokal,” kata Andi Bau Akram.

Kurri-Kurri dalam sejarah

Menurut catatan Mamuju Ethnic, Kurri-Kurri merupakan sebuah kerajaan yang terletak di Pesisir Mamuju (saat ini sekitar Pelabuhan Feri di Kelurahan Simboro, Kecamatan Simboro). Sekitar abad 16, wilayah Kurri-Kurri menjadi sentra niaga dengan akses pelabuhan yang menjadi persinggahan kapal-kapal niaga menuju wilayah Selatan dan Utara Sulawesi.

Baca juga :  Mediasi Sengketa Lahan di Rangas Mamuju Buntu, Warga Ultimatum PT. Panorama Mamuju Sejahtera

Kurri-Kurri dalam catatan dan arsip sejarah bangsa eropa, tercatat dalam sejumlah peta. Peta awal seperti peta De Wit untuk Asia Tenggara, diukir oleh Joannes Lhulier pada tahun 1662, dan peta Isole Dell’India cioe le Molucche la Filippine e della Sonda Parte de Paesi di nuova scoperta e l’Isole de Ladri ne Mare del Zud 1683. Giacomo Giovanni Rossi (1627-1691) adalah peta yang dibuat oleh orang Italia. Pada peta ini terlihat jelas toponim Qui-qui (Kurri-kurri) berdampingan dengan Toponim Mamoya (Mamuju).

Bahkan dalam referensi lain, Kurri-Kurri tercatat di dalam peta yang sedikit lebih tua “Dekoratif Hindia Timur” dari Atlas Mercator-Hondius, disana toponim untuk Kurri-kurri tertulis lebih jelas sebagai Curri-curri.

Literatur lain dalam catatan Mamuju Ethnic menyebut, Peta itu juga menjadi cikal bakal yang di pedomani oleh pelaut dan navigator Belanda, Cornelis de Houtman, untuk berlayar ke Nusantara (1595-1597).

“Buku itu berjudul “Itinerarium neer Oost ofte Portugaels Indien” dipedomani oleh navigator Belanda Cornelis de Houtman, untuk berlayar ke Nusantara,” kata Founder Mamuju Ethnic, Arman Husain.

Pada dekade itu, Pelabuhan Kurri-Kurri menjadi pintu dan mitra dagang utama niaga untuk Pelabuhan  Makassar dan Parepare (sejak Pelabuhan Makassar belum menjadi kota pelabuhan terbesar sejak tahun 1510). Kurri menjadi bagian penting dan sangat dikenal di beberapa negara eropa sebagai pemasok cangkang kura kura (tortoise shell). Selain itu Kurri- kurri juga sangat terkenal di dunia luar dengan komoditas ekspor : rotan, damar, dan teripang (J.v. Mills: Journal Of The Malayan Branch Of The Royal Asiatic Society 1930 Vol. VIII.1930).

Baca juga :  Tangan Mungil Vivhia, Penenun Cilik Perawat Warisan Leluhur di Mamasa

Menurut Arman Husain, kemajuan di Kerajaan Kurri-Kurri menjadi cikal bakal penaklukan dari kerajaan Mamuju oleh Tome Jammeng pada abad ke -16. Setelah Tome Jammeng berhasil menginvasi Kurri-Kurri dan berikutnya menaklukkan kerajaan Managallang.

Tom Jammeng kemudian menjadikan semua rakyat Kurri-kurri ini sebagai tawanan atau budak kerajaan. Bahkan seiring waktu ada yang menjadi bagian dari kerajaan Mamuju,” kata Arman Husain.

Sementara literatur lain dari Penutur Keluarga Besar “To Kaiyang di Padang” Hasbi mengatakan, pada abad ke-7 kerajaan Kurri-Kurri mulai terbentuk yang didirikan oleh raja pertama Tomaballa Pala Bittina. Kemudian Raja kedua Tarapati memimpin kerajaan Kurri-Kurri.

Masa kepemimpinan raja Tarapati, kerajaan Kurri-Kurri mengalami perkembangan pesat. Dimasa itu hubungan niaga dengan wilayah lain termasuk kerajaan Kutai Kartanegara. Bahkan bangsa portugis menjalin Kerjasama dengan Kurri-Kurri.

Exit mobile version