MAMUJU, Mekora.id – Dua mahasiswa asal Indonesia yang menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, dilaporkan ditahan oleh pihak kepolisian setempat sejak 12 Maret 2025. Keduanya adalah Arjung (25), warga Desa Dungkait, Kecamatan Tapalang Barat, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, dan Alwi Dahlan (AD) asal Bandung, Jawa Barat.
Menurut informasi dari Muhammad Fadli Syah, Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) di Mesir, penahanan dilakukan oleh polisi sektor Bandara Kairo setelah petugas Imigrasi dan Bea Cukai mencurigai sebuah bungkusan yang dibawa dari Indonesia.
Diketahui, kedua mahasiswa tersebut menjalankan jasa penitipan barang antar Indonesia-Mesir. Pada 11 Maret 2025, Alwi menerima pesan dari seorang bernama Dandi Putra Wijaya (DPW) untuk menitipkan sebuah paket. Karena bagasinya penuh, Alwi menitipkan paket itu kepada Arjung yang dijadwalkan berangkat keesokan harinya.
Pada Rabu, 12 Maret 2025 pukul 12.58 waktu Kairo, Arjung diperiksa di area Bea Cukai Bandara Kairo. Petugas menemukan paket yang mencurigakan, yang kemudian diidentifikasi berisi tiga buah stempel, salah satunya diduga stempel keimigrasian Mesir.
“Sempat ada pesan suara dalam bahasa Arab dari DPW yang mengklaim bahwa stempel tersebut milik organisasi pelajar Indonesia di Mesir,” ujar Fadli saat dihubungi via telepon, Minggu (13/4/2025).
Namun, Fadli menegaskan bahwa duplikasi stempel resmi, apalagi yang berkaitan dengan instansi pemerintahan, sangat dilarang di Mesir tanpa izin resmi. Ia menduga stempel tersebut dibuat di Indonesia untuk keperluan yang belum jelas.
Informasi mengenai penahanan kedua mahasiswa ini pertama kali diketahui setelah istri Arjung melaporkan kehilangan kontak selama tujuh jam.
Saat ini, Arjung dan Alwi Dahlan ditahan di Kepolisian Sektor Nozha, tidak jauh dari Bandara Kairo. Fadli juga mengungkapkan bahwa Arjung sempat mengalami kekerasan fisik dari petugas saat proses pemeriksaan.
Pihak KKS dan komunitas mahasiswa Indonesia di Mesir telah melaporkan kasus ini ke Protokol Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kairo. Namun hingga satu bulan setelah penahanan, belum ada kejelasan status hukum kedua mahasiswa tersebut.
“Kami menilai respons dari KBRI belum maksimal. Padahal ini sudah memasuki bulan kedua penahanan mereka,” tutur Fadli.