Usulan lain juga kata Alfarat, ada di wilayah III Kabupaten Mamasa. Wilayah tersebut menjadi perkampungan dan lokus dari penganut kepercayaan Mappurondo. Akibat pengusulan itu tempat bermukim para suku dan penganut kepercayaan tersebut kata Alfarat terancam hilang.
“Usulan ini benar-benar gila dan sepihak tanpa mempertimbangkan kondisi lokalitas masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Ini akan menjadi ruang perampasan secara masif yang di mulai oleh negara, padahal negara seharusnya hadir melindungi segenap bangsa,” ujar Alfarat.
Sementara di Kabupaten Polewali Mandar, Koalisi Masyarakat Sipil menyebut, setidaknya terdapat 3 IUP dengan luasan konsesi mencapai ribuan hektar. Konsesi-konsesi itu masing-masing mencakup, PT. Isco Iron (943 Hektar/ tambang biji besi), PT. Isco Polman Resources, (199 Hektar/Timbal), PT .Inti Karya Polman (776 Hektar/tambang Galena), dan Blok Pasiang 1.867 Hektar.
“2 dari 3 perusahaan di atas akan mulai beroperasi 2024 ini. Fakta bahwa beberapa waktu terakhir Polewali Mandar seringkali di landa banjir dengan skala besar. Tentunya telah memberikan kerugian materi dan psikologis bagi masyarakatnya,” ungkap Alfarat.
Sulawesi Barat Tumbal Proyek IKN
Sulawesi Barat di tetapkan menjadi salah satu wilayah untuk menopang berdirinya Ibu Kota Nusantara (IKN). Demi memenuhi ambisi itu, ribuan ton material pasir dan batu gaja akan di suplai ke IKN. Pelabuhan-pelabuhan dengan kapal tongkang mulai berdiri untuk menyediakan material IKN. Material ini di ambil dari tambang-tambang di Kabupaten Mamuju dan Majene.
JATAM mengatakan, konsesi tambang batu gajah di Desa Lebani, Kabupaten Mamuju di bawah PT. ABL seluas 383 hektar dan Desa Labuan Rano oleh PT. TBA dengan luas konsesi 45,83 hektar, telah menimbulkan penolakan dan perlawanan dari warga sipil.
“Perlawanan yang serupa juga di lakukan oleh masyarakat Desa Banua Sendana, yang sampai saat ini berjuang untuk mempertahankan ruang hidupnya. Ada ancaman daya rusak pertambangan batu gajah PT Putra Bonde Mahatidana (PBM),” ungkap Alfarat.
Sedangkan di Kabupaten Pasangkayu, JATAM mengatakan terdapat tambang pasir laut yang di kelola oleh PT Kulaka Jaya Perkasa dengan luas 1000 Hektar, dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Lariang yang juga di kepung oleh konsesi pertambangan pasir dan batuan.
Sementara Kabupaten Mamuju Tengah, terdapat Proyek Strategis Nasional (PSN) Pembangunan Bendungan Budong-budong. Ini merupakan bendungan pertama di Sulawesi Barat. Letaknya di Desa Salulebo, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah. Bendungan ini mulai di kerjakan Desember 2020, memiliki kapasitas tampung 65,18 juta m3. Proyek itu disebut pengembangan dan peningkatan Daerah Irigasi (DI) seluas 3.577 hektar. Bendungan yang di bangun senilai Rp 1,02 triliun ini juga memiliki potensi manfaat air baku sebesar 410 liter/detik.
“Pembangunan bendungan ini telah menyingkirkan dan merampas lahan-lahan warga. Ini juga akan memicu bencana alam besar, mengingat di wilayah Sulawesi Barat terdapat sesar aktif. Sesar itu menyulut gempa bumi awal 2021 dan 100 korban jiwa, 7.800 rumah rusak dan 37.000 orang mengungsi,” ungkap Alfarat.
Melihat kondisi itu, koalisi Masyarakat Sipil Sulawesi Barat mengatak, wiayah mereka darurat konsesi. Hal itu di perparah oleh ancaman ekspansi industri ekstraktif yang di permudah oleh pemerintah.
“Kami menuntut, hentikan segala upaya perluasan perusakan ruang hidup warga di Sulawesi Barat. Kementerian ESDM segera mencabut seluruh izin tambang mineral batubara yang telah merusak ekosistem, mencemari lingkungan dan merampas lahan warga. Batalkan pengusulan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Logam Tanah Jarang. Hentikan Operasi dan cabut izin PLTU Mamuju serta hentikan penambangan dan cabut izin tambang pasir batu untuk suplai IKN. Sulawesi Barat Bukan Tumbal IKN,” tutupnya