ADVERTORIAL

Soal Tapal Batas Kampung Sidrap, Wali Kota Bontang Sebut Ini Demi Pelayanan Publik

Mekora.id – Mediasi polemik tapal batas wilayah Kampung Sidrap antara Bontang dan Kutai Timur (Kutim) kembali tidak menemui titik terang.

Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni menegaskan bahwa permohonan tersebut agar wilayah seluas 164 hektare yang meliputi 7 RT dapat kembali masuk ke wilayah Kota Bontang semata-mata demi kepentingan pelayanan publik.

“Kami tidak sedang bicara soal menang atau kalah, ini murni untuk memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan terbaik. Pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Semua sudah mereka nikmati dari Bontang sejak awal,” tegas Wali Kota saat ditemui usai pertemuan dengan Gubernur dan masyarakat Senin (11/8/2028).

Permohonan ini mencuat pasca Perda Nomor 5 Tahun 2005 lantaran sejumlah warga yang kini secara administratif masuk Kutai Timur, namun masih menggunakan layanan publik dari Kota Bontang, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur.

“Kalau mereka ber KTP Bontang, Ya wajar. Karena dari awal mereka memang bagian dari Bontang. Masjidnya di Bontang, anak-anak sekolahnya juga di sini, rumah sakit juga ke sini. Ini masalah kemanusiaan dan pelayanan,” tegasnya.

Menurutnya, keputusan harus berbasis data geospasial. Namun, secara de facto, wilayah 7 RT tersebut memang lebih dekat dengan Bontang, tapi secara de jure, wilayah itu telah dimasukkan dalam Kutai Timur akibat perubahan batas wilayah tahun 2005.

“Kalau memang nanti tidak ada titik temu, kita serahkan saja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Biarlah keputusan tertinggi negara yang menentukan. Tapi kami berharap masyarakat tidak dikorbankan hanya karena batas wilayah,” tambahnya.

Pihak Bontang juga menyayangkan karena dalam proses pembahasan, suara dari perwakilan warga yang benar-benar tinggal di 7 RT itu dinilai belum cukup diakomodasi. Bahkan, sebagian yang hadir justru berasal dari wilayah lain seperti Dusun Martadinata, Teluk Pandan ataupun Kandolo, yang bukan menjadi objek permohonan Bontang.

“Yang kami minta hanya 7 RT, bukan keseluruhan Martadinata. Kami tidak bicara dusun-dusun lain. Kami bicara tentang RT 19 sampai 25, yang secara nyata sangat dekat dengan fasilitas Kota Bontang,” tegasnya lagi

Lebih jauh, Ia menegaskan hal ini bukan perkara menang atau kalah antar daerah.

“Ini bukan soal ego wilayah. Ini soal bagaimana kita memberi pelayanan maksimal kepada masyarakat. Apa artinya 164 hektare dibanding luas Kutai Timur yang lebih dari 3 juta hektare Ini murni demi rakyat,” pungkasnya.

Saat ditanya soal langkah jika MK memutuskan wilayah itu tetap masuk Kutai Timur, Wali Kota menyatakan akan tetap mencari jalan terbaik agar warga tetap bisa mengakses layanan publik secara layak.

“Karena kalau kita menggunakan data APBD itu tidak mungkin,” pungkasnya.

Exit mobile version