“Tanpa RTRW yang jelas, investor ragu, daerah pun kehilangan peluang ekonomi,” kata Suhardi Duka.
Zonasi Rawan Bencana
Sekda Sulbar Junda Maulana menegaskan bahwa RTRW Sulbar juga dirancang untuk menjawab tantangan kebencanaan yang kian meningkat.
Dalam dokumen RTRW, wilayah rawan banjir, abrasi pantai, gelombang ekstrem, gempa bumi, longsor, likuifaksi, hingga tsunami akan diatur secara ketat melalui arahan zonasi.
“Penataan ruang bukan hanya soal ekonomi, tapi juga keselamatan masyarakat,” ujar Junda.
Kawasan Strategis
RTRW Sulbar juga menetapkan sejumlah kawasan strategis yang menjadi tulang punggung pembangunan, antara lain: Kawasan Strategis Terpadu Matabe, Kawasan Agropolitan dan Hortikultura, Kawasan Minapolitan, Kawasan KTM Tobadak, Kawasan Strategis Pendidikan, Kawasan Wisata Adat Mamasa, Kawasan Wisata Bahari Kepulauan Balak-Balakang.
Penetapan kawasan ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis potensi lokal.
Dalam forum tersebut, para bupati dan wakil bupati menyampaikan langsung persoalan di lapangan, terutama menyangkut permukiman warga dan fasilitas umum yang masuk kawasan hutan.
Mereka berharap RTRW tidak hanya menjadi dokumen administratif, tetapi benar-benar memberi kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat.
Menanggapi hal itu, Dirjen Tata Ruang ATR/BPN Suyus Windayana memastikan seluruh usulan daerah akan dikaji lebih lanjut. Ia menekankan pentingnya menjaga kawasan berpotensi tanaman berkelanjutan, tanpa menghambat kebutuhan pembangunan daerah.
Usai rapat lintas sektor, pembahasan dilanjutkan ke tahap teknis oleh OPD terkait. Finalisasi RTRW Sulbar kini memasuki fase krusial.
Bagi Pemprov Sulbar, RTRW bukan sekadar peta ruang, melainkan penentuan arah masa depan daerah: antara kepastian hukum, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.
Ket. (Naskah Diterima dari Humas Pemprov Sulbar)











