MAMUJU, Mekora.id – Proyek pembangunan ruas jalan Bonehau-Kalumpang di Kabupaten Mamuju yang dikerjakan oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Barat (Sulbar) mendapat sorotan. Pasalnya, proyek dengan anggaran sekitar Rp 10 miliar itu hanya mencakup pengerjaan sepanjang 2,6 kilometer, padahal kondisi jalan di lapangan disebut sudah padat dan siap diaspal.
Ketua Pemuda Kalumpang Raya (PKR), Yudi Toda, menilai perencanaan teknis BPJN tidak rasional. Menurutnya, dengan anggaran sebesar itu, panjang jalan yang dikerjakan untuk ruas jalan Bonehau-Kalumpang seharusnya bisa lebih jauh.
“Pembangunan ini sudah lama dinantikan masyarakat Bonehau–Kalumpang yang selama ini termarjinalkan. Kami mengingatkan BPJN agar tidak bermain-main dengan proyek ini,” tegas Yudi, Sabtu (19/10/2025).
PKR, kata Yudi, akan ikut mengawal proses pembangunan agar berjalan transparan dan sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
“Kami mengajak seluruh masyarakat Bonehau–Kalumpang untuk ikut mengawasi pelaksanaan proyek ini, supaya hasilnya betul-betul dirasakan manfaatnya,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Mamuju, Arnold Topo Sujadi, juga menyoroti perencanaan teknis proyek yang dinilai terlalu tinggi dibanding kondisi faktual jalan. Menurutnya, ruas Bonehau–Kalumpang saat ini tidak membutuhkan pekerjaan berat seperti penimbunan atau pemadatan tanah.
“Kalau jalan itu rusak parah, berlumpur, dan penuh kubangan, mungkin anggarannya masuk akal. Tapi faktanya, jalan ini sudah padat berkerikil dan lebar, hanya butuh pembersihan rumput serta pengaspalan,” jelas Arnold.
Arnold pun meminta BPJN Sulbar meninjau ulang perencanaan proyek dan mempertimbangkan penambahan panjang pengerjaan menjadi minimal 3,5 kilometer, agar sebanding dengan nilai anggarannya.
“Tidak ada gunung yang dirubuhkan, tidak ada alat berat sampai puluhan unit, hanya satu grader untuk meratakan jalan dan satu excavator. Jadi wajar kalau masyarakat mempertanyakan rasionalitasnya,” tandasnya.
Masyarakat Bonehau–Kalumpang berharap proyek tersebut tidak berhenti sebagai simbol pembangunan, tetapi benar-benar membawa perubahan nyata bagi konektivitas dan kesejahteraan warga di wilayah pegunungan itu.