Example 325x300
OPINI

May Day : Dari Turunan Global Jadi Ketimpangan Daerah

Jack Paridi, Aktivis dan Kader FPPI Mamuju
Jack Paridi, Aktivis dan Kader FPPI Mamuju.

Perspektif Nasional: Sejarah Buruh di Indonesia
Gerakan buruh di Indonesia memiliki sejarah panjang. Peringatan Hari Buruh Internasional pertama kali dilakukan pada 1 Mei 1918 oleh serikat buruh Kung Tang Hwee di Semarang. Namun, pada masa Orde Baru, peringatan ini dilarang karena dianggap subversif. Baru setelah reformasi 1998, peringatan May Day kembali dihidupkan dan bahkan dijadikan hari libur nasional sejak 2013.

Advertisements

Namun demikian, meskipun secara formal diakui, perjuangan buruh di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Regulasi ketenagakerjaan, seperti UU Cipta Kerja (Omnibus Law), dinilai menguntungkan pemilik modal dan melemahkan posisi buruh. Ini menunjukkan bahwa perjuangan kelas tidak selesai hanya dengan pengakuan simbolik, tapi membutuhkan advokasi kebijakan yang konkret dan berpihak.

Perspektif Lokal: Ketimpangan dan Perjuangan di Daerah
Di tingkat lokal, termasuk di daerah seperti Sulawesi Barat, ketimpangan ekonomi masih sangat terasa. Buruh di sektor informal dan pekerja di sektor industri padat karya masih menghadapi berbagai bentuk ketidakadilan: upah rendah, jam kerja panjang, dan perlindungan hukum yang minim. Di sinilah pentingnya solidaritas gerakan buruh untuk membangun kekuatan dari bawah dan menuntut keadilan di setiap lapisan.

May Day bukan sekadar seremoni, melainkan momen refleksi dan konsolidasi gerakan. Kita perlu belajar dari sejarah global, menelaah kebijakan nasional, dan bergerak secara nyata di tingkat lokal untuk memperjuangkan hak-hak buruh. Hanya dengan itu, May Day akan benar-benar menjadi hari kebangkitan kaum pekerja, bukan sekadar hari libur tanpa makna.

Exit mobile version