Selain kejahatan lingkungan, para perusahaan tambang tersebut juga dilaporkan atas dugaan korupsi. Menurut Ramli mereka melanggar Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Perusahaan dianggap memperkaya diri secara melawan hukum sekaligus merugikan negara. Ramli juga menyebut adanya dugaan pembiaran dari oknum tertentu.
“Kami meminta penyidik tidak hanya fokus pada pelaku lapangan, tetapi menelusuri siapa yang selama ini melindungi dan mendapat keuntungan dari operasi ilegal ini,” ujarnya.
TJI menegaskan, mereka telah memiliki bukti cukup untuk laporan tersebut. Dimana sejumlah barang bukti berupa Foto dan video aktivitas tambang, Peta kawasan hutan lindung, Data perizinan perusahaan, Bukti penggunaan dokumen palsu, Indikasi kerugian negara dari PNBP dan pajak, hingga Bukti pengoperasian alat berat dan terminal tanpa izin.
TJI meminta Polda Sulbar bertindak cepat menghentikan seluruh kegiatan tambang ilegal, menyita alat operasional, dan menetapkan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi.
Ramli menegaskan bahwa pelaporan ini merupakan langkah penyelamatan lingkungan dan masyarakat pesisir dari kerusakan jangka panjang.
“Sungai Lariang bukan lahan yang bisa dirusak seenaknya. Penegakan hukum harus tegak tanpa pandang bulu,” tutupnya.
Tambang pasir di Sungai Lariang. (Aset : Yusuf Wahil/ProjectMultatuli)











