LingkunganNEWS

WALHI Sulbar Desak PLTU Mamuju Penuhi Tuntutan Warga Talaba

WALHI SULBAR
Direktur Eksekutif WALHI Sulbar, Asnawi. (Dok. Istimewa)

PLTU juga menghasilkan emisi Nitrogen Dioksida (NO2) dan Sulfur Dioksida (SO2) yang dapat meningkatkan risiko penyakit pernafasan dan jantung pada orang dewasa.

Emisi tersebut dapat menyebabkan hujan asam yang merusak tanaman dan tanah, serta membawa kandungan logam berat beracun, seperti arsenik, nikel, krom, timbal, dan merkuri 1.

“Atap berkarat hanya sebagian dampak yang kasat mata, jika tidak ditangani dengan baik maka konflik dengan warga akan semakin melebar,” kata Asnawi, Selasa, (04/10/2023).

Untuk itu, WALHI Sulbar meminta pihak PLTU Mamuju untuk menerima semua tuntutan warga. Mulai kerusakan atap hingga pengeloan kesehatan harus dilakukan untuk warga Talawa.

“Ini sangat berdampak pada warga, untuk PLTU Mamuju harusnya memenuhi seluruh aspek sosial termasuk kesehatan tidak boleh diabaikan,” beber Asnawi.

PLTU Mamuju di Belang-belang ini resmi beropresi sejak 2019 lalu, dengan kapasitas daya 2X250 MW.

Proyek ini dikerjakan oleh anak usaha PT Rekayasa Industri, yakni PT Rekind Daya Mamuju (RDM). Rekind merupakan anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero).

Nilai investasi di PT RDM mencapai 96 juta dolar AS atau Rp 1,5 Triliun.  Dibangun diatas 2.500 hektare lahan di kawasan pelabuhan Belang-belang Mamuju sebagai pusat industri.

Ini merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional, yakni proyek percepatan pembangkit tenaga listrik 35.000 MW. IPP PLTU Mamuju sudah mendapat Commercial Operating Date (COD) dari PT PLN (Persero) pada September 2018.

Nilai investasi di PT RDM mencapai 96 juta dolar AS atau Rp 1,5 Triliun pada 2.500 hektare lahan di kawasan pelabuhan Belang-belang Mamuju untuk menjadi pusat industri.

Exit mobile version