MAMUJU, Mekora.id – Aktivitas penambangan pasir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Topore, Desa Topore, Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, menuai keluhan warga. Tambang galian C yang dikelola CV Rahma Tika dinilai telah memicu kerusakan lingkungan dan mengancam mata pencaharian masyarakat sekitar.
Warga setempat, Rahmat, mengungkapkan aktivitas tambang pasir yang telah beroperasi sejak 2013 itu berdampak langsung pada abrasi sungai yang terus mengikis lahan perkebunan warga di bantaran Sungai Topore.
“Areal perkebunan milik masyarakat seperti kakao, jagung, dan pisang terkikis Sungai Topore. Kerusakan ini kami rasakan sejak aktivitas pertambangan galian C berjalan dan dilakukan secara tidak ramah lingkungan,” kata Rahmat kepada Mekora.id, Selasa (23/12/2025) sore.
Menurutnya, abrasi sungai menyebabkan kebun warga perlahan hilang, sehingga mengancam sumber penghidupan masyarakat yang selama ini bergantung pada hasil pertanian.
“Kebun-kebun itu tempat kami mencari nafkah. Kalau terus terkikis, jelas mata pencaharian kami terancam,” ujarnya.
Tak hanya soal dampak lingkungan, warga juga menyoroti kejanggalan perizinan tambang tersebut. Rahmat menyebut, berdasarkan penelusuran warga, CV Rahma Tika diduga belum mengantongi izin operasional penuh, namun sudah melakukan aktivitas penambangan sejak bertahun-tahun lalu.
“Saat kami cek, ternyata izinnya masih sebatas administrasi. Artinya, sesuai ketentuan, perusahaan itu seharusnya belum bisa beroperasi,” ungkapnya.
Sungai Berubah Arah, Lahan Warga Terancam Habis
Kekhawatiran warga juga disuarakan oleh mahasiswa PMII Komisariat Unika, M. Defry. Ia menilai aktivitas galian C di Sungai Topore sangat membahayakan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Menurut Defry, pengerukan pasir di bagian hulu sungai dilakukan secara masif dan mendalam, sehingga mengubah alur sungai dan mempercepat abrasi ke arah perkebunan warga.
“Sungai digali dalam dan diperlebar dekat areal perkebunan warga. Akibatnya, aliran air berubah arah dan langsung menghantam kebun masyarakat. Lahan pertanian warga semakin sempit dan terancam habis,” tegasnya.
Lebih jauh, Defry juga mengungkap dugaan ketidaksesuaian lokasi izin dengan aktivitas pertambangan di lapangan. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi Sulawesi Barat yang diperbarui per 19 Februari 2025, izin usaha pertambangan komoditas batuan CV Rahma Tika tercatat berlokasi di Kecamatan Kalukku, Desa Topore.
“Sementara aktivitas galian C yang kami temui justru berada di Kecamatan Papalang, Desa Topore dan Desa Papalang. Ini sangat miris karena lokasi izin dan lokasi aktivitas tambang tidak sesuai,” ungkap Defry.











