Rinciannya, di Kabupaten Pasangkayu (Yaumil Ambo Djiwa), Kabupaten Mamuju Tengah (Arsal Aras Tammauni sokongan Golkar), Kabupaten Polewali Mandar (Syamsul Mahmud), dan Kabupaten Mamasa (Welem Sambolangi), bahkan wakilnya pun kader Golkar tulen, H. Sudirman.
Dua kabupaten lainnya jatah Demokrat, yakni Kabupaten Mamuju (St. Sutinah SDK) dan Kabupaten Majene (Andi Ahmad Syukri Tammalele).
KPU Sulawesi Barat telah resmi menetapkan pasangan SDK-JSM sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat periode 2025-2029. Pelantikannya akan diserentakkan tengah Maret atau April 2025.
Tongkat Komando di Tangan Sipil
Salim S. Mengga lahir di Polewali, 24 Agustus 1951. Dari pernikahannya dengan Hj Fatmawati, keluarga Salim Mengga dikaruniai 3 orang anak.
Salim adalah lulusan AKABRI (Angkatan Darat) tahun 1974. Pangkat terakhirnya Mayor Jenderal (Mayjen) yang ia dapatkan ketika ditugaskan sebagai Pangdam Pattimura di tahun 2006. Seketika itu pula ia pensiun dan ikut berlaga di Pilgub Sulbar yang pertama, 2006. Kalah.
Ia kembali maju calon gubernur pada Pilgub 2011 dengan lawan (kuat) yang sama, Anwar Adnan Saleh (AAS) yang menjadikan Aladin A. Mengga sebagai wakilnya. Kompetisi kali ini adalah kekalahan yang kedua bagi Salim S. Mengga. Termasuk waktu itu ada cagub lain yakni Hasyim Manggabarani.
Purnawirawan TNI AD ini tetap berjuang di jalur politik. Mengikuti kompetisi pemilu-pileg dan pada 2014 Salim Mengga berhasil duduk di DPR RI utusan Partai Demokrat dari dapil Sulbar. Konon, ini terjadi berkat hadiah dari Suhardi Duka.
Pilgub 2017, Salim Mengga kembali maju untuk kali ketiga. Berpasangan dengan figur muda dari Golkar Kalimantan Timur, pengusaha muda dengan latar belakang Malunda, Kabupaten Majene, bernama Hasanuddin Mas’ud.
SDK dengan pasangannya Kalma Katta, Salim Mengga dan pasangannya dikalahkan oleh ABM yang berpasangan dengan Enny Anggraeni AAS.
Meski memilih turun kasta dalam gelaran pesta demokrasi lokal, JSM atau Puang Saiyyek — sapaannya — tak mampu mengalahkan Andi Ibrahim Masdar (AIM) di Pilkada Polewali Mandar (Polman) pada pilkada 2018. Ketika itu Salim diusung salah satu partai besar, Nasional Demokrat (Nasdem).
Di Pileg 2019, Salim, AAS, dan Ratih Singkarru maju dalam perahu yang sama (Nasdem) ke Senayan (DPR RI). Ratih yang keluar sebagai pemenang.
Ketika itu Salim Mengga telah berumur 68 tahun. Ia belum mau menyerah dalam politik formal. Meski tak mengepalai satu partai pun, nama dan nilai perjuangannya di masyarakat Sulbar selalu jadi primadona bagi elit partai di Jakarta.
Pemilu 2024 Partai Perindo meminang Salim jadi Calon Anggota DPR RI. Suara pribadinya tak sampai 11 ribu, jauh ditingalkan lawan-lawannya seperti Ratih Megasari Singkarru (akumulasi suara Partai Nasdem, 142.496), Agus Ambo Djiwa (akumulasi suara PDIP, 132.714), Suhardi Duka (akumulasi suara Demokrat, 104.369), dan Ajbar (akumulasi suara PAN, 101.646).
Empat nama politisi parpol di atas yang menjadi wakil Sulbar di DPR RI hasil Pemilu 2024.
Kekalahan Salim di pileg kesekian kalinya yang pernah ia ikuti, juga menyisakan satu cerita pendek kembali soal Aras (Golkar) dan SDK (Demokrat).
Dengan keberhasilan meraih kursi ketiga dari hanya empat kursi jatah Sulbar untuk DPR RI, SDK kembali mengungguli dominasi Aras (Golkar). Anaknya, Arwan Aras, terdepak dari pertarungan perebutan kursi ke Senayan. Ia (dari akumulasi raihan suara Golkar) hanya mampu berada di urutan kelima, di bawah PAN.
Keputusan SDK memilih Salim Mengga yang telah berumur 73 tahun jadi pasangannya di Pilgub Sulbar 2024 sangat tepat. Meski Salim tak punya partai, SDK mampu memborong banyak partai untuk mengusungnya.
SDK sudah cukup lama kenal dengan Salim Mengga, selain karena ia pernah satu perahu di partai Demokrat, Salim Mengga bagaimanapun masih punya akar sosiologis di Kabupaten Polman.
Di Polman ini, di banyak kompetisi yang dilalui, Salim selalu punya suara dengan pendukung ril yang fanatik.
Mendiang Haji Said Mengga, ayah Salim, pernah berkuasa sepenuhnya selama 10 tahun (1980 s.d. 1990) di Polewali Mamasa (baca: Polman). SDK tahu itu.
Dalam percaturan politik Jakarta (baca: nasional), Jenderal Salim Mengga diperhitungkan cermat oleh SDK, terutama ketika Letjen TNI AD Prabowo Subianto terpilih jadi Presiden RI.
Kalkulasi itu adalah hitungan mengena bagi SDK. Memimpin daerah luas dengan jumlah penduduk 1,45 juta jiwa bersama seorang jenderal tentara bintang dua, membuat SDK cukup aman, dengan catatan lain bahwa Salim Mengga tak tertarik memimpin partai besar di Sulbar.
Mantan Anggota DPR RI — setelah mundur dan menyorong anaknya, Zulfikar Suhardi menggantikannya di DPR RI karena maju di Pilgub — dan Ketua DPD Partai Demokrat Sulbar sampai sekarang ditambah jaringannya yang luas, menjadikan SDK tak kuatir dibayangi bawahannya yang jenderal tentara.
Toh, tongkat komando sebagai Gubernur Sulbar berada dalam kempitannya. Salim wagubnya. Bukan dia pemegang tongkat komando.
Dalam konstitusi SDK adalah kepala pemerintahan, penanggungjawab wilayah atas pemerintah pusat. Ruang kerjanya lebih luas dan lapang, termasuk rumah jabatan yang mentereng. Segala fasilitas jauh melebihi wagub. Kewenangannya pun jangan dibilang.
Tak cukup satu periode atau lima tahun di DPR RI dulu untuk mengukur jejak kepemerintahan sipil Salim Mengga. Memang, selama berkarir di TNI, namanya cukup harum. Dan polah tingkahnya begitu sederhana. Ketika di wagub nantilah akan menjadi potret dan cermin baru baginya.
SDK, Petarung Hidup
Suhardi Duka lahir di Mamuju, Sulawesi Barat, 10 Mei 1962. Istrinya bernama Hj. Harsinah, seorang dara Gowa-Makassar yang setia mendampinginya dan berpengaruh kuat selama karir politik SDK.
Keluarga SDK dan ibu Harsinah dikaruniai 7 orang anak: 6 perempuan dan 1 laki-laki.
SDK berjuang hidup di Mamuju dan berhasil menyelesaikan pendidikannya ke tingkat paling tinggi. Setelah meraih sarjana lengkap di FISIPOL Unhas, Makassar, Sulsel pada 1980, ia kemudian berkeluarga dan kembali ke Mamuju meniri karir sebagai PNS di Deppen, Pemkab Mamuju.
Suhardi Duka bukan siapa-siapa selama 19 tahun menjalani karir sebagai pamong. Ia putuskan pensiun dini dari PNS pada 1999 dan memilih melanjutkan karir politiknya di Partai Golkar Mamuju, hingga 2012.
Mengetahui dirinya orang biasa dan tak memungkinkan mencapai puncak karir di ASN, ia tetap selalu menyibukkan diri mengajar di pelbagai perguruan tinggi yang ada di Mamuju kala itu.
SDK pandai membimbing dirinya sebagai politisi muda Mamuju yang kreatif dengan menambah ilmu melalui jalur formal.
Setelah meraih gelar S2 (Magister Manajemen Bidang Pemerintahan), ia beranikan diri menyeberang ke Pulau Jawa untuk sekolah S3 (Doktoral).
Di periodenya yang kedua sebagai Bupati Mamuju, sekitar tahun 2013, di saat masih berbilang jemari orang daerah sekolah level tinggi, SDK telah berhasil meraih gelar Doktoral di Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Jawa Timur.
Suhardi Duka paham bahwa hanya dengan modal pendidikan yang baik mengayuh pemerintahan dan politik bisa stabil. Uang bisa dicari, tapi pengalaman hidup dalam menjalani dunia akademik adalah modal berjuang yang teramat penting.
Memaklumkan pendidikan sebagai jalan pencerahan dalam karirnya sebagai politisi partai dan pegiat pemerintahan, ia turunkan pula pada anak-anaknya.
Sekarang, Suraidah dan Sutinah telah menyandang gelar Doktoral (S3). Gelar itu direngkuhnya pada tahun 2023 dan 2024. Anak-anaknya yang lain, selain ada yang berkarir Dokter, bahkan salah satu di antaranya sekolah sampai ke Amerika Serikat (AS), dan menemukan pendamping hidupnya di negeri Paman Sam itu.
Pada gelaran Pilgub Sulbar yang lalu — pilgub yang diikuti 4 paslon yakni AIM-Asnuddin, ABM-Arwan, dan PHS-Enny — menjadi pesta demokrasi lima tahunan yang luput dari pantauan langsug saya, selain hanya mengikutinya pada saat pencabutan nomor urut paslon, 23 September 2024.
Saya menekuri jalan dan terus melangkah sesuai agenda penelitian yang baru. Sampai hari ini giat itu masih berlangsung.
Secara kasat, pada sebuah foto di bulan November 2024, tampak jelas rambut di kepala Dr. H. Suhardi Duka, MM kian berkurang. Kulit di bawah matanya sedikit menebal. Itu pertanda kerja keras politiknya lebih banyak daripada waktu istirahat dan santainya.
Perjuangan SDK untuk mencapai puncak memang tak mudah. Sama menantangnya selama menjalani hidup di bawah kesulitan, baik secara ekonomi maupun raihan posisi di pemerintahan dan politik.
Jika tak ada aral, SDK nakhoda Sulawesi Barat hingga 2029. Ia akan secara resmi mengomandoi pemerintahan dan pembangunan dari Paku hingga Suremana: wilayah otonomi administratif dan kesejarahan Sulawesi Barat.
Memimpin arah kemajuan 650 desa/kelurahan, 69 kecamatan. Tantangan ke depan tak mudah. Provinsi Sulawesi Barat begitu luas, sekitar 16.594,75 kilometer persegi, menurut data BPS Sulawesi Barat tahun 2023.
Masih menurut data resmi yang dirilis pemerintah, jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Barat (2023) masih sekitar 164 ribu jiwa atau 11,49 persen. Angka kemiskinan ini tidak terlampau terjadi penurunan dibanding tahun sebelumnya, 2022, yang hanya mengalami penurunan tak sampai satu persen.
Ini tantangan serius pemerintahan baru ke depan. Ini tantangan Suhardi Duka – Salim S Mengga (SDK-JSM). Tapi kedua pucuk pimpinan provinsi ke-33 di Indonesia ini tak mesti dibiarkan kerja sendiri. Semua pihak perlu ambil peran agar menjadikan Sulawesi Barat maju melaju.
Saya membuat tulisan sederhana ini tentu karena saya kenal SDK, juga JSM. Sabaliknya pun begitu meski tak terlampau lengket.
Sebagai penulis wajar jika tetap membangun jarak dengan penguasa. Selain karena dunia dan minat yany beda, mengontrolnya dari luar justru menjadi energi bagi pemerintahannya. Sudah sewajarnya dan rasionalnya begitu.
Banyak kawan saya cemerlang dan kian naik, saya cukup memelihara perkawanan tanpa harus ikut memanjat mengikutinya. Dinamika hidup mesti beribu warna. Tak perlu seragam.
Selamat buat SDK dan JSM. Semoga sukses dan amanah memimpin Provinsi Sulawesi Barat.
Bravo Manakarra dan Lita’ Pembolongan Mandar besar.