JAKARTA, Mekora.id – Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang diawali dengan penyampaian Nota Keuangan oleh Presiden RI Prabowo Subianto menuai sorotan. Direktur Lembaga Opini Hukum Publik (LOHPU), Aco Hatta Kainang, menilai postur RAPBN 2026 berpotensi menimbulkan ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah.
Menurut Hatta Kainang, alokasi belanja pemerintah pusat direncanakan mencapai Rp2.663,4 triliun, sementara belanja daerah hanya Rp650 triliun. Padahal, dalam lima tahun terakhir, anggaran belanja daerah tercatat turun sekitar 29 persen.
“Ini bertolak belakang dengan semangat Otonomi Daerah sebagaimana diamanatkan TAP MPR Nomor XV/MPR/1998, yang memberikan kewenangan luas dan adil dalam pembagian sumber daya antara pusat dan daerah. Postur RAPBN 2026 justru memperlihatkan porsi belanja pusat 84,9 persen dan daerah hanya 15,1 persen. Ketimpangan ini jelas menghambat percepatan pembangunan dan kesejahteraan di daerah,” kata Hatta dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).
Ia menilai kondisi tersebut akan mendorong pemerintah daerah mencari tambahan pendapatan asli daerah (PAD), termasuk dari sektor pajak dan retribusi. Hal ini, kata dia, berisiko menimbulkan kasus serupa dengan yang terjadi di Kabupaten Pati, di mana kebijakan pajak daerah menimbulkan polemik di masyarakat.
