Example 325x300
LingkunganPilkada

JATAM : Jejak Kotor Para Paslon di Pilkada Sulbar, Memuluskan Industri Ekstraktif

Jejak Kotor Kandidat Pilkada Sulbar
Ilustrasi : Jejak Kotor Kandidat Pilkada Sulbar. (Source : JATAM)

Pada pasangan calon ini, kita diperlihatkan betapa mengerikannya dinasti politik yang keluarga ini bangun. Tidak hanya pada level legislatif. Tetapi juga termasuk pada level SKPD, dua dinasti politik ini juga menempatkan kerabat-kerabat terdekat mereka.

Rekam Jejak Paslon nomor urut 3, Suhardi Duka – (Purn) Jend Salim S Mengga

Pasangan calon ketiga di Pilkada Sulbar ini, diusulkan oleh tujuh partai diantaranya adalah Demokrat, Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Buruh, Partai Gelora, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Ummat. LHKPN dari pasangan calon ini mencapai Rp13.751.163.738 dengan klasifikasi masing-masing Rp 13,26 (SDK) dan Rp 481,36 (JSM).

Sementara itu, laporan dana awal kampanye pasangan calon ini hanya sebesar 10 juta. Suhardi Duka sebelumnya merupakan Anggota DPR RI 2019-2024. Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Mamuju (1997–1999), Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mamuju (1999–2000), Ketua DPRD Kabupaten Mamuju (2000–2005) dan Bupati Kabupaten Mamuju (2005–2015). Selain itu, dinasti politik yang dibangun oleh SDK diantaranya adalah memiliki 2 anak bernama Suraidah Suhardi merupakan Ketua DPRD dan Ketua KPC Kabupaten Mamuju dan Sitti Sutina Suhardi yang menjabat sebagai Bupati Mamuju.

Berdasarkan catatan dari Indonesia Corruption Watch SDK pernah tersangkut dugaan kasus korupsi APBD tahun 2009 ketika menjabat sebagai Bupati Mamuju. Pada masa SDK pula, izin-izin industri ekstraktif banyak diobral, termasuk diantaranya PLTU batubara di Belang-belang yang telah meracuni laut dan menghilangkan mata pencaharian warga. Juga PLTA yang dalam proses konstruksi serta obral izin tambang di wilayah Bonehau-Kalumpang. Selain itu, SDK tercatat sebagai CEO dari PT Mamuju Agro Sejahtera, perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Selain itu perusahaan sawit, SDK juga juga diduga terhubung dengan beberapa perusahaan pertambangan yang ada di Mamuju melalui orang terdekatnya seperti Hairil Amri, Direksi PT. Jaya Pasir Andalan (Perusahaan Tambang pasir yang ditolak Warga Kalukku), merupakan keponakan dari SDK. SDK juga diduga memiliki saham di perusahaan sawit di Tommo, PT. Manakarra Unggul Lestari melalui Hajrul Malik salah satu orang kepercayaan SDK.

Salim S Mengga sendiri merupakan Purnawirawan TNI-AD yang sebelumnya menjabat sebagai Wadakodilatad. Jabatan terakhir adalah Panglima Komando Daerah Militer XV/Pattimura. Sempat bergabung dengan Partai Demokrat dan kini bergabung dengan Perindo.

Sementara itu, dinasti politik dari Salim adalah Adik kandungnya, yaitu Aladin S. Mengga merupakan mantan wakil Gubernur Sulawesi Barat yang saat itu dijabat oleh Anwar Adnan Saleh. Mantan Wakil Gubernur Sulawesi Barat Aladin S. Mengga menyatakan dan memberikan dukungan penuh kepada Salin S. Mengga yang merupakan kakak kandungnya.

Salim S. Mengga juga terhubung dengan Andi Nursami yang merupakan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) yang juga maju di Pilkada 2024 sebagai wakil bupati Polewali Mandar. Kedekatan tersebut karena Salim S Mengga dan Andi Nursami memiliki hubungan keluarga dimana ibu Andi Nursami persahabatan tiga kali dengan Salim S. Mengga.

Rekam Jejak Paslon nomor urut 4, Husain Syam-Enny Anggraeni Anwar

Di Pilkada Sulbar, Husain Syam dan Enny Anggraeni Anwar yang diusulkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hanura, dan PDI-P dengan total LHKPN Rp 73.280.345.617 dengan klasifikasi Husain Syam Rp14,8 miliar dan Enny Anggraeni Anwar sebesar Rp 58,48 miliar. Sementara itu, laporan awal dana kampanye mereka hanya sebesar Rp 10 juta.

Husain Syam (PHS) sendiri pernah menjabat sebagai rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) hingga Mei 2024 dan Guru Besar Fakultas Teknik. Diduga pernah terlibat dalam pungutan liar (pungli) penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di UNM.

Sementara itu, calon wakil gubernur dari PHS yaitu Enny Anggraeni Anwar merupakan istri dari Anwar Adnan Saleh yang merupakan anggota Anggota DPR periode 1999-2004 serta pernah menjabat sebagai gubernur Sulawesi Barat pada 2006-2016. Juga merupakan pengusaha Kakao di Sulawesi Barat.

Enny Anggraeni sendiri, sebelumnya juga pernah menjabat sebagai wakil gubernur pada 2017-2022. Juga pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan dari Persada Group (2004–2009), yang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di industri otomotif. Enny juga pernah menjabat sebagai Anggota DPR-RI Dapil Sulawesi Barat Fraksi Golkar (2014–2016).

Praktik Ijon Politik dan Ketidakjujuran Para Paslon Pilkada Sulbar

Hingga saat ini, praktik ijon politik terus berlangsung antara pelaku bisnis dan politis dalam penyelenggaraan Pilkada. Para pebisnis menunggangi dan mengendalikan para kandidat Kepala Daerah melalui pembiayaan pencalonan dan kampanye (modal finansial) dan para kandidat menebusnya dengan jaminan politik untuk pemberian ataupun pengamanan konsesi perizinan. Selain kesadaran kritis tentang pentingnya memahami oligarki kekuasaan keuangan dan politik di balik Pilkada serentak 2024, masyarakat harus bangkit untuk memulihkan kehidupan mereka dengan segala kemampuan yang tersedia.

Untuk itu peran para pemimpin masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengorganisir diri menggalang langkah-langkah pemulihan ruang hidup dan kehidupan. Selain penting untuk keberlanjutan kehidupan pengorganisasian tersebut diyakini merupakan landasan menumbuhkan kepercayaan diri masyarakat.

Dari pasangan calon yang ada, sama sekali tidak ada yang membuka secara utuh, soal laporan harta kekayaan dan laporan dana kampanye. Berdasarkan keterangan pers yang disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2022, dalam satu gelaran pilkada saja, seorang calon kepala daerah dapat menghabiskan biaya sebesar Rp 20 miliar-Rp 100 miliar. Hal ini di dalamnya termasuk mahar partai politik hingga biaya kampanye yang akan dikeluarkan.

Sementara itu, berdasarkan LHKPN dan laporan dana kampanye masing-masing pasangan calon, sama sekali tidak ada yang menyentuh angka tersebut. Itu artinya, kuat dugaan bahwa masing masing pasangan calon melakukan pembohongan publik atas laporan yang mereka sampai. Kedua, tidak adanya informasi yang jelas terkait siapa saja individu yang telah menjadi penyumbang dana kampanye mereka. Hal ini perlu diketahui, agar publik mampu membaca bagaimana potensi konflik kepentingan yang terjadi dalam diri masing-masing pasangan calon itu sendiri.

Hal inilah yang menyebabkan aroma balas budi yang akan dilakukan oleh pasangan calon yang memenangkan kontestasi ini. Entah itu dengan memberikan izin di sektor ekstraktif seperti pertambangan, pembangkitan energi menggunakan bahan bakar fosil hingga perkebunan skala besar. Dari seluruh sektor itu, sangat memungkinkan bagi pasangan calon yang terpilih akan menyerahkan segala sumber kehidupan dengan dalih untuk memajukan dan mengeluarkan rakyat dari kemiskinan.

Celakanya, apa yang mereka lakukan dengan menggadai sumber kehidupan itu, justru akan membuat derita rakyat semakin berkepanjangan. Sekali lagi, kondisi-kondisi inilah yang menyebabkan kita tidak lagi boleh percaya terhadap Pilkada yang akan digelar 27 November nanti. Pilkada akan menjadi sumber bencana dan petaka bagi warga Sulawesi Barat.

Exit mobile version