MAMUJU, Mekora.id – Kasus tumpang tindih lahan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar), terus menuai perhatian. Dari 59 desa yang ada di wilayah tersebut, tercatat 30 desa mengalami konflik agraria berupa sertifikat hak milik (SHM) warga yang overlaping dengan sertifikat hak guna usaha (HGU) milik perusahaan.
Hal ini diungkapkan oleh advokat dari Kantor Hukum HJ Bintang & Partners, Hasri SH., MH, usai berdialog dengan warga dan petani sawit di Pasangkayu, Senin (21/4/2025).
“Dari data yang kami terima, ada sekitar 1.372 hektare tanah milik warga yang tumpang tindih dengan HGU sejumlah perusahaan sawit. Ini membuat SHM warga menjadi tidak memiliki kekuatan, tidak bisa diagunkan di bank, dan kehilangan nilai ekonomis,” jelas Hasri, Selasa (22/4/2025).
Hasri menyebut, surat resmi dari Kepala Kantor Pertanahan Pasangkayu tertanggal 13 Oktober 2021 kepada Ketua DPRD Pasangkayu telah merinci data inventaris bidang tanah yang overlap. Kasus tersebut tersebar di 30 desa, termasuk Sarasa, Dapurang, Benggaulu, Sarudu, Kuma Sari, Tamurang, dan Pasangkayu.
Perusahaan yang disebut terlibat dalam tumpang tindih lahan ini antara lain PT Surya Raya, PT Unggul, PT Letawa, PT Mamuang, dan PT Pasangkayu.