DAERAHLingkungan

Aktivis Desak Pemprov Sulbar Libatkan Masyarakat Dalam Pengelolaan SDA

Ketua FPPI Mamuju Desak pengelolaan SDA Sulbar harus libatkan masyarakat
Ketua FPPI Mamuju Desak pengelolaan SDA Sulbar harus libatkan masyarakat.

MAMUJU, Mekora.id – Aktivis Pemuda dan Mahasiswa di Sulawesi Barat (Sulbar) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk lebih berhati-hati dalam memberikan rekomendasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Mereka meminta pemerintah memprioritaskan keterlibatan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Sulbar.

Saat Sulawesi Barat menjadi salah satu wilayah dengan potensi SDA yang melimpah, termasuk pasir, bebatuan, emas, tembaga, batu bara, potensi energi baru terbarukan (EBT), hingga logam tanah jarang. Potensi tersebut membuat provinsi ini menjadi perhatian investor besar, baik nasional maupun internasional.

Namun, sejarah konflik antara masyarakat dengan perusahaan tambang menjadi isu yang kerap mencuat. Beberapa kasus penolakan tambang pasir terjadi di berbagai daerah, baru-baru ini mencuat.

Berdasarkan catatan Fron Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Mamuju, kasus -kasus konflik antara tambang dan masyarakat terbagi hampir di semua wilayah di Sulbar. Seperti di Kecamatan Kalukku (Desa Beru-Beru dan Kalukku Barat), Kecamatan Sampaga (Desa Sampaga) Mamuju Tengah (Desa Budong-Budong dan Karossa), Pasangkayu (Desa Sarasa), dan Majene (demonstrasi di PTUN Makassar terkait tanah).

Selain konflik yang timbul akibat pengelolaan yang sembrono, risiko lingkungan dan sosial seperti pencemaran air, penggusuran, dan hilangnya ruang hidup menjadi kekhawatiran utama masyarakat.

Olehnya itu, Ketua FPPI Pimkot Mamuju, Muh. Irfan, mengatakan pemerintah harus membuka ruang dialog lebih luas. Mereka menilai masyarakat lokal sering diabaikan dalam proses perizinan.

“Tanpa keterlibatan masyarakat, yang terjadi bukan kesejahteraan tetapi penggusuran dan hilangnya ruang hidup,” ujar Irfan.

FPPI juga mengingatkan pentingnya keadilan prosedural dalam setiap pengambilan keputusan terkait SDA, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Aktivis mendukung konsep pembangunan berkelanjutan, yang menekankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan,”

Exit mobile version